Cukup lama berpikir apakah saya berani memposting ini?
Tampaknya saya ingin mempostingnya.
Yep. Meski tidak detail karena begitu banyak kenangan menyedihkan di sana, tapi setidaknya melalui coretan ini, harapan ke depannya anak cucu and my other relatives (who knows) akan mengetahui silsilah dan sejarah keluarganya. #aheeeyyy
--------------------------------
Senin, 26 Januari 2015. Hari itu adalah hari
kelabu bagi keluarga saya. Malamnya saya masih bertemu papa. Masih ngobrol
meski sebentar karena saya pulang main bareng Bilo cukup malam. Masih berpesan
bahwa besok saya puasa tapi tidak perlu sahur. Memang biasanya si papa selalu
puasa sunnah Senin dan Kamis.
Pukul 04.00 saya masih ketemu beliau. Selepas
sahur biasanya beliau duduk di kursi depan tv dan bersiap sholat Subuh. Saya
bangun untuk minum lalu masuk kamar lagi. Tetapi sekitar pukul 04.45 ada bunyi
aneh datang dari kamar mandi. Gayung jatuh dan ketika mama memanggil papa,
tidak ada jawaban. Ternyata papa sudah terkapar tak sadarkan diri.
Masih jelas dalam ingatan saya posisi beliau di
wc kamar mandi. Bagaimana kami bertiga (saya, mama dan adik) berusaha
mengangkat beliau ke kursi panjang di ruang tv. Panggilan kami tidak dijawab.
Tak ada respon apapun dari beliau. Antara harus berpikir sehat dan panic
setengah mati.
Pukul 05.30 papa langsung kami bawa ke UGD
RSPP. Dan baru kali ini kami dijelaskan prosedur yang lain dari biasanya. Papa
memang sering juga di bawa ke UGD. Namun kondisinya selalu sadar jadi tidak
pernah ada prosedur apapun yang dijelaskan ke kami keluarganya. Tetapi sekarang
berbeda. Bahkan ada inform-consent
bahwa apabila jatung beliau tidak lagi berdetak, akan ada tindakan lain berupa
pemasangan alat bantu gerakan jantung.
ALLOH…saat itu rasanya saya mau pingsan tapi
tidak bisa. Limbung. Hitam sudah pandangan di hadapan saya.
Berdo’a. Hanya itu yang bisa saya
lakukan. Memohon kesembuhannya. Yakinkan diri sendiri bahwa hari itu juga ayah
saya akan sadar.
Tidak…ternyata ceritanya lain.
1 hari. 2 hari. 1 minggu. 2 minggu.
3 minggu. Kami lewati semunya hari-hari itu di ICU Stroke Unit RSPP tanpa
melihat papa sadar sekalipun. Bahkan pernah kondisinya drop sampai akhirnya
dipasanglah alat bantu detak jantung. Jantung beliau semakin melemah.
Hari ke-36. Hari itu semua
teman-teman saya dari Bidang BinKesMas datang. Mereka satu persatu masuk ke
ruang ICU dan melihat tampaknya papa akan sembuh. Karena papa memperlihatkan
wajah cerahnya meski masih tak sadarkan diri. Pergerakan tangan, mulut, kaki
mulai ada. Pokoknya sampai hari ke-38 pun saya masih melihat papa mulai
membaik.
Hari ke-39 (Senin) cukup hectic di kantor sehingga saya
memutuskan “besok aja deh ke RSPP nya. Saya nginep di sana dan balik kantor
lagi pagi-pagi buta”. Namun rencana ALLOH berbeda dengan rencana manusia. DIA
yang memiliki kuasa.
Selasa, 10 Maret 2015. Saya masih di
kantor. Siang itu sekitar jam 12.45 mama telpon. Tidak biasanya. Saya pikir
mama minta dibawain sesuatu. Tapi pertanyaan beliau saat itu “Diah dimana?”
Aneh menurut saya. Lalu saya tanyakan “kenapa ma? Papa kenapa?” (tak kuasa saya
mengetik bagian ini)
……………………………………….
……………………………………….
……………………………………….
Biarlah gambar ini yang berbicara.
You always remain save in my hearth, dad. FOREVER.
Love, stubborn daughter.
No comments:
Post a Comment